Ket. Gbr: Poto Satriyadi Ketua DPC Lembaga Aspirasi Masyarakat Indonesia Kabupaten Lingga
Lingga, Kepri – Dilansir dari pemberitaan REGIONAL NEWS.ID, yang terbit pada edisi 22 Maret 2024 menjelaskan bahwa, Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau memberikan pendapat hukum atau Legal Opinion (LO), berkaitan dengan kegiatan pertambangan pasir kuarsa di wilayah Kabupaten Lingga.
Dijelaskan juga pada alenia berikutnya yang bertuliskan “Praktisi hukum berpandangan Moratorium (Penghentian sementara) kegiatan pertambangan di Kabupaten Lingga, bukan produk hukum. Hal itu menurutnya semacam surat imbauan yang dikeluarkan kepala daerah untuk menghentikan sementara aktifitas pertambangan.
CAHAYANEWSKEPRI.COM – Menanggapi atas statemen dari Asdatun sesuai yang kami lansir dari media REGIONAL NEWS.ID tersebut, Satriyadi selaku Ketua LAMI Kabupaten Lingga mengungkapkan pendapatnya “Kita hormati pernyataan Asdatun tersebut, karena mereka lebih tau akan mekanisme hukum itu, namun kita sebagai masyarakat Lingga juga tau bahwa, Perda nomor 2 Tahun 2013, Tentang RTRW Kabupaten Lingga, untuk masa Tahun 2011 – 2031, dijelaskan bahwa, tidak terdapat pola ruang Kawasan Peruntukan Pertambangan di Kabupaten Lingga, artinya apapun alasannya, kegiatan pertambangan di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, seyogyanya tidak boleh dilakukan, ini menurut pendapat saya, karena didalam Perda Kabupaten Lingga itu tersebut tidak ada dijelaskan peruntukan usaha pertambangan dikawasan Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau”
“Jadi saya bertanya, terbitnya perizinan kegiatan pertambangan diwilayah Kabupaten Lingga atas dasar apa?, , apakah Perda Kabupaten Lingga Nomor 2 Tahun 2013 tersebut juga bisa dikatakan bukan produk hukum sebagaimana Moratorium Perizinan Tambang yang diterbitkan oleh Gubernur Kepri itu?”, tanya Satriyadi, Rabu (29/05/2024)
“Lalu satu lagi persoalan yang menjadi pertanyaan kami dari LAMI Kabupaten Lingga, selain perizinan terhadap kegiatan eksploitasi pasir oleh Perusahaan tambang di Kabupaten Lingga itu, yang kita tau dengan sebutan IUP itu, kami juga menggaris bawahi persoalan izin Tersus milik perusahaan tambang yang ada di Lingga, yang katanya seluruh perusahaan tambang yang beroperasi saat ini di Kabupaten Lingga, Tersusnya sudah mengantongi izin”
“Kedengarannya ironis sekali, sementara kita juga tau persis, untuk penerbitan izin Tambang dan izin Tersus itu, berawal dari Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang diterbitkan oleh Menteri Agraria/BPN”
“Sementara dijelaskan didalam Undang-undang bahwa, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) sebagai salah satu persyaratan dasar yang wajib dipenuhi oleh seluruh pelaku usaha dalam rangka memperoleh perizinan berusaha, KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata Ruang (RTR)”
“Untuk itu perlu kami infokan, mekanisme perizinan usaha tersebut dijelaskan didalam Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Nomor 13 Tahun 2021,Tentang Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Dan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang, pada Bab II, Pasal 2, yang bertuliskan “Seluruh kegiatan pemanfaatan ruang harus terlebih dahulu memiliki KKPR”
“Dan dijelaskan juga pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 5 Tahun 2O2I, Tentang
Penyelenggara Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, pada Pasal 181, dan jelas sekali pada pasal 181 ini diterangkan bahwa, Persetujuan KKPR itu harus mengacu pada Rencana Tata Ruang, tentunya untuk diwilayah dan daerah harus mengacu kesesuaiannya terhadap RTRW”
“Kalau sudah demikian ketentuannya, sebagaimana yang sudah dijelaskan didalam Permen Agraria dan juga Peraturan Pemerintah RI tersebut, tentunya kami selaku Ormas LAMI tidak terlalu mempersoalkan tentang keabsahan Moratorium Perizinan Tambang dari Gubernur Kepulauan Riau itu, kita cukup berpedoman pada produk hukum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah itu saja, tidak perlu berdasarkan itu dan ini, yang intinya, apapun bentuk perizinan yang terkait kegiatan pertambangan dan Tersus, sepertinya mutlak harus mendapat Persetujuan KKPR dari Menteri Agraria/BPN” demikian menurut Satriyadi.
(Suryadi Hamzah)