PALEMBANG, (CNK) – Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel serta seluruh pemerintah kabupaten/kota menandatangani nota kesepahaman (MoU) penerapan pidana kerja sosial, Kamis (4/12/2025), di Griya Agung Palembang.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya menghadirkan sistem pemidanaan yang lebih humanis dan efisien di Sumatera Selatan, seiring pemberlakuan KUHP baru pada tahun 2026.
Gubernur Sumsel, Herman Deru, menyebut kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut dari regulasi nasional yang membuka ruang pemidanaan berbasis kerja sosial.
“Ini bukan sekadar alternatif hukuman, tapi bentuk keadilan yang lebih mendidik dan produktif,” tegas Deru.
Ia menjelaskan, beban anggaran negara untuk penanganan narapidana sangat besar, mencapai sekitar Rp2 triliun pada 2018 dan kini diperkirakan telah melampaui Rp3 triliun. Melalui skema pidana kerja sosial, negara tidak hanya dapat menghemat anggaran, tetapi juga memperoleh manfaat langsung dari hasil kerja para pelaku.
Dalam pelaksanaannya, pelaku tindak pidana akan menjalani kerja sosial di instansi pemerintah maupun swasta sesuai domisili masing-masing. Penentuan lokasi kerja sosial akan ditetapkan oleh hakim dengan mempertimbangkan tuntutan jaksa serta kondisi personal pelaku.
Pidana kerja sosial diprioritaskan bagi pelaku tindak pidana ringan, anak, serta kelompok rentan, dengan jenis pekerjaan yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah tanpa mengganggu mata pencaharian utama pelaku.
Gubernur menegaskan pentingnya peran aktif seluruh bupati dan wali kota dalam mempersiapkan perangkat pendukung program tersebut. “Sumsel harus siap secara regulasi dan kesiapan lapangan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kejati Sumsel, Ketut Sumedana, menambahkan bahwa sistem hukum modern kini lebih menitikberatkan pada substansi keadilan dibanding sekadar pemenjaraan.
(R01–WIS)
![]()







































