
BANTEN – Ekonomi yang lambat merayap, seperti sedang mengolok suasana macet di jalan raya Ibu Kota Jakarta. Toh, semua penduduk terus merangsek, seperti mencari celah untuk tidak menyerah guna memenuhi kebutuhan hidup yang semakin terasa mencekik, hingga nyaris tidak berdaya untuk sekedar sedikit pasrah. Karena hidup memang sebuah perjuangan yang harus tetap terus dilakukan dalam kondisi dan situasi seperti apapun yang menghadang atau pun sedang menerpa.
CAHAYANEWSKEPRI.COM – Pedagang makanan keliling kampung pun, tetap gigih untuk terus menjajakan dagangannya dalam berbagai varian menu yang disesumbarkan. Toh, tidak ada yang ingin membelinya. Meski banyak yang berhasrat — karena memang waktunya untuk makan siang — tapi dana ekstra untuk belanja sekecil itu pun, sudah tidak tersedia.
Sekedar untuk membeli sepinggan makanan yang dijajakan itu pun, sudah harus diperhitungkan lebih rigit, agar pada akhir bulan tidak sampai terlantar kembali berulang, seperti bulan-bulan sebelumnya. Suasana ini seakan menjadi pelengkap kondisi sulit masyarakat pada umumnya diambang krisis ekonomi yang terus merambat ke puncaknya. Secara keseluruhan, kondisi sesulit ekonomi sekarang ini, tampaknya tidak sedikit krisis ekonomi pada tahun 1998 hingga melahirkan reformasi yang sungsang. Meski pada dasarnya memang sudah waktunya terjadi, seperti keadaan yang terasa semakin parah seperti sekarang. Jadi masalah kesulitan ekonomi tidak hanya sebatas penjual makanan yang harus menyatroni pembeli sampai ke ujung kampung. Tetapi bagi pembeli pun yang sedang mengalami kesulitan finansial pada puncak klimak terparah, agaknya sudah sampai ke langit. Dan malaikat pun tampaknya sudah memaklumi pula. Sebab keadaan ekonomi dunia sekarang memang dalam kondisi yang sangat gawat.
Lalu kebijakan yang paling gampang dilakukan adalah berhemat, sehemat hematnya untuk semua bentuk pengeluaran yang bisa ditunda. Sebab masalah krisis belum dapat diperkirakan kapan akan berakhir. Termasuk hasrat untuk membeli bahan pangan pokok, cukup secukupnya saja, tanpa perlu stok. Sebab anggaran untuk semewah itu, memang belum ada, meski hanya untuk bahan pangan pokok yang memang sangat dibutuhkan secara rutin setiap hari.
Pendek kata, semua anggota keluarga jadi praktis belajar untuk berhemat dalam pengertian serius, sehemat-hematnya, tanpa kecuali. Sebab memang anggaran untuk itu memang tidak ada. Tentu saja yang menarik, krisis ekonomi yang amat sangat parah kali ini memberi pelajaran yang baik untuk semua anggota keluarga. Bahkan untuk makan bergizi pun — untuk waktu sementara ini — bisa diabaikan. Asalkan tak sampai sakit, karena resikonya akan menguras biaya yang tidak sedikit nilainya. Terutama dalam kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang. Dan ternyata, dalam kondisi ekonomi yang parah ini, hasrat untuk melakukan puasa rutin setiap hari, tidak cuma pada hari Senin dan Kamis menjadi kembali bangkit dan menimbulkan gairah baru, bukan saja agar bisa lebih ngirit, tatapi yang tidak kalah penting dan lebih menyenangkan adalah untuk kembali memperkuat laku spiritual yang sempat kendor. Sehingga krisis ekonomi sekarang ini pun bisa diterima sebagai cobaan yang harus dijalani untuk mempersakti diri.
[Jacob Ereste]