Bandarlampung – Melalui rangkaian cerita yang melingkari perkara KONI Lampung ini, tidak bisa ditutupi lagi adanya fakta hukum bila Kejati telah menetapkan Agus Nompitu sebagai tersangka sebanyak dua kali, yakni pada tanggal 5 Desember 2023 dan pada 27 Desember 2023.
CAHAYANEWSKEPRI.COM – Bagaimana kuasa hukum menyikapi hal ini? Begini uraiannya; “jikapun” Kejati mencabut status tersangka pada Agus Nompitu yang telah ditetapkan pada tanggal 5 Desember 2023,
dan menetapkan kembali Agus Nompitu sebagai tersangka pada tanggal 27 Desember 2023, maka Kejati terlebih dahulu haruslah menetapkan sikapnya, yaitu menghentikan penyidikannya, dan memberikan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau surat perintah melaksanakan tindakan lain kepada Agus Nompitu.
Bisakah demikian? Kuasa hukum Agus Nompitu membeberkan, bahwa hal tersebut telah tegas diatur dalam ketentuan Pasal 327 ayat 1 jo. Pasal 330 ayat 1 Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus.
Tim kuasa hukum Agus Nompitu berpendapat, “jikapun” atau apabila Kejati dapat menunjukkan adanya Surat Penghentian Penyidikan kepada kliennya, dan telah memberikan surat penghentian tersebut sebagaimana kewajiban Kejati sesuai ketentuan Pasal 330 ayat 1 Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus, maka penetapan Agus Nompitu sebagai tersangka sebagaimana dimaksud dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print-11/L.8/Fd/12/2023, tertanggal 27 Desember 2023, wajib dievaluasi.
Mengapa demikian? Seperti diketahui, Agus Nompitu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati dalam jangka waktu satu hari, bersamaan dengan adanya laporan hasil perkembangan penyidikan tanggal 27 Desember 2023 dan juga berita acara ekspos tanggal 27 Desember 2023.
Hal ini, begitu dinilai kuasa hukum Agus Nompitu, adalah tidak sesuai, bertentangan, dan melawan hukum sebagaimana mengacu kepada proses penetapan tersangka yang diatur dalam ketentuan Pasal 334 ayat 1 Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-039/A/JA/10/2010, yang mewajibkan Kejati terlebih dahulu memintakan petunjuk kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus terhadap hasil ekspos.
Fakta hukum yang dialami Agus Nompitu adalah pada waktu dan hari yang bersamaan, Kejati langsung menetapkannya sebagai tersangka.
Dan jelas hal ini –menurut kuasa hukumnya- menyalahi prosedur penetapan tersangka sebagaimana diatur dalam peraturan Jaksa Agung.
Lalu bagaimana agar kasus KONI Lampung tetap bisa terus berproses secara hukum? Konsekuensi dengan penetapan tersangka terhadap Agus Nompitu yang tidak sesuai ketentuan, kuasa hukum berpendapat, terhadap prosedur penanganan perkara ini harus memulai dari awal lagi.
Yaitu penyelidikan kembali kemudian penyidikan, barulah proses penetapan tersangka.
Keunikan lain dari kasus yang melilit Agus Nompitu ini adalah; bila mencermati fakta hukum tentunya, setelah tanggal 5 Desember 2023 tidak pernah ada kegiatan penyelidikan dengan sprinlidik baru atau kegiatan penyidikan dengan sprindik baru.
Dan inilah, yang menjadikan penetapan Agus Nompitu sebagai tersangka –diyakini kuasa hukum- tidak prosedural dan batal demi hukum.
Masih banyak sebenarnya yang ingin diuraikan.
Namun, mengingat persoalan penetapan tersangka pada kasus KONI Lampung ini masih dalam proses persidangan atas pengajuan praperadilan oleh Agus Nompitu, maka sebaiknya tidak melampaui apa yang akan diputuskan majelis hakim tunggal PN Kelas IA Tanjungkarang pada 26 Maret 2024 lusa.
Dan sebagai penutup mendedah kasus KONI Lampung versi Agus Nompitu ini, disampaikan arti dari satu ayat di dalam Al-Qur’an yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil, dan janganlah pula kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (Cnk/Red/Her/Wis).