Tanjungpinang – Anggota Komisi I DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) H Kamarudin Ali angkat bicara, terkait tudingkan Ketua DPRD Kepri, Jumaga Nadeak yang menuding Gubernur Kepri disalah satu media kurang agresif melobi pusat soal pungutan labuh jangkar.
CAHAYANEWSKEPRI.COM – “Saya memprotes pernyataan Ketua DPRD Kepri Pak Jumaga Nadeak itu. Mestinya, Ketua DPRD memanggil Gubernur, mempertanyakan kenapa hal ini bisa terjadi. Jangan saling menyalahkan atau saling menuding, kalau saling menjatuhkan bahaya,” kata Kamarudin Ali, kemarin.
Kata dia, saat ini DPRD Kepri diminta bersama dengan Pemprov Kepri, untuk sama-sama mencarikan solusi, supaya hak Kepri terus diperjuangkan. Tak boleh antara DPRD dan Pemprov saling menjatuhkan. DPRD juga bagian dari pemerintah.
Mestinya, kata dia, politisi senior Golkar Kepri, elemen masyarakat, baik akademisi, mahasiswa, ormas, OKP, pakar hukum, termasuk DPRD Kepri bersatu dengan Pemprov, untuk sama-sama memperjuangkan hak Kepri, yakni mengelola kembali labuh jangkar.
Bukan saling menuding, saling menjatuhkan. Kalau saling menjatuhkan, masyarakat Kepri juga yang rugi. Karena potensi PAD dari labuh jangkar cukup besar. Bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kepri.
Sudah jelas, dalam UU dan Peraturan Pemerintah, kalau labuh jangkar dikelola oleh Kepri. Tapi, kenapa hanya sepucuk surat yang dikeluarkan oleh Dirjen Laut Kemenhub, bisa membatalkan UU dan PP.
“Kita minta tak ada lagi yang menyudutkan gubernur Kepri terkait ini. Saya tahu betul apa yang dilakukan pak gubernur. Sejak ia dilantik ia sudah melakukan lobi-lobi pemerintah pusat,” ujarnya.
Sambung dia, sekarang surat dari Dirjen Laut Kemenhub sudah ditangah Pemprov Kepri, kata Kamarudin Ali, sekarang ini apa yang harus dilakukan oleh DPRD Kepri.
Kini, kata dia, para ahli hukum di Kepri, akademisi, mahasiswa, masyarakat untuk bersatu, diminta untuk bersatu untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat Kepri.
“Sekarang ini yang harus kita perjuangkan adalah bagimana labuh jangkar dikelola oleh Pemprov dan untuk kepetingan masyarakat.
Saatnya kita bersatu bersama dengan pemerintah daerah lainnya, mengelola labuh jangkar, untuk merebut kembali hak-hak masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, Melalui Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Kemenhub melayangkan surat kepada Kepri untuk tetap melaksanakan pengenaan tarif PNBP sesuai PP nomor 15 tahun 2016.
Aturan ini terkait Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.
Selain Kepri, ada dua daerah lainnya, yakni Sumatra Selatan dan Sulawesi Utara juga mendapat surat yang sama. Surat pada 17 September 2021 serta ditanda tangani Plt. Direktur Jendral Perhubungan Laut, Arif Toha menjelaskan, penarikan retribusi daerah atas jasa labuh jangkar, penggunaan perairan dan pemanfaatan ruang perairan 0 sampai 12 mil laut tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Dengan alasan, jenis objek retribusi yang dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda) bersifat closed list. Sehingga Pemda tidak diperkenankan melakukan segala bentuk perluasan objek dari yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD.
Selanjutnya, kewenangan Pemda yang tidak diikuti dengan kewenangan pemungutan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tidak dapat dikenakan pungutan, termasuk kewenangan provinsi untuk pengelolaan/pemanfaatan ruang laut dalam batas 12 mil.
Dalam hal ini, Kamarudin Ali menilai keputusan atau kebijakan yang dikeluarkan Dirjen Perhubungan Laut bertentangan dengan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang memberikan kepada Provinsi pengelolaan sumber daya alam di laut yang ada di wilayahnya.
Ia optimis labuh jangkar tetap dikelola oleh Pemprov Kepri.”PTUN-kan, kalau tidak lakukan pendekatan politik dengan Bapak Presiden RI, demi kemakmuran masyarakat Kepri,” tegasnya.
Sumber : Bi/red.
![]()






































